Visi dan Misi

 

  1. VISI

 

Menjadi gereja yang memiliki kualitas iman dan karya secara utuh untuk bersama-sama dengan semua umat manusia dan ciptaan Allah mewujudkan kehidupan yang berkeadilan, damai, setara, dan sejahtera sebagai tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia.

 

Gereja

 

Gereja di sini mencakup pengertian:

  1. Gereja sebagai eksistensi manusia yang mengaku percaya dan beriman kepada Tuhan. Di sini manusia dilihat secara eksistensial sebagai citra Allah (imago Dei) yang bertanggung jawab mengembangkan kehidupannya di bumi dalam relasi yang kreatif, konstruktif, dan positif dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Manusia menghormati hidupnya dan hidup seluruh ciptaan sebagai pemberian Tuhan yang dirawat bersama-sama dalam hubungan yang harmonis dan utuh bagi kelangsungan hidup bersama. Imannya dilandaskan pada keyakinan bahwa Tuhan juga mengambil ruang dan berkarya di dalam hidup manusia melalui Yesus dan Roh Kudus yang terus berkarya sepanjang sejarah manusia, gereja dan dunia ini. Dalam tradisi Protestan Reformasi konsepsi itu dipahami sebagai keesaan Allah yang berkarya dengan beraneka ragam ekspresi dan fungsi, yang membuka ruang bagi manusia sebagai gereja untuk mewujudkan tanggung jawabnya dalam berbagai bidang kehidupan secara kreatif dan fungsional. Pemahaman ini dilandaskan pada pesan alkitabiah tentang Allah Pencipta dan Allah Sejarah yang disaksikan oleh umat Israel-Alkitab, Allah yang membumi dalam karya profetis Yesus Kristus, dan Allah pemberi hikmat dalam kuasa Roh Kudus yang berkarya melalui kebudayaan dan peradaban manusia secara terus-menerus.
  2. Gereja sebagai institusi yang mengatur penggunaan simbol-simbol keagamaan sebagai ekspresi iman jemaatnya. Iman kepada Allah Tritunggal itu merupakan domain batiniah dalam diri manusia sebagai gereja. Sebagai makhluk simbolik manusia selalu terdorong untuk mengekspresikan dimensi-dimensi batiniah melalui simbol-simbol dalam kebudayaannya. Simbol-simbol tersebut berupa tanda-tanda dan ritual-ritual. Dengan demikian, manusia beriman menciptakan dan memberi makna terhadap simbol-simbol tertentu sebagai pernyataan identitas imannya secara eksplisit. Dalam arti ini, gereja merupakan persekutuan manusia beriman yang menyepakati simbol-simbol tertentu sebagai ekspresi imannya. Kesepakatan tersebut bermuara pada terlembaganya simbol-simbol itu dalam suatu institusi gerejawi yang berakar pada ruang dan waktu tertentu. Gereja merupakan institusi keimanan yang partikular dan kontekstual.

 

Memiliki Kualitas Iman dan Karya secara Utuh

 

Gereja sebagaimana yang dipahami di atas mengemban tanggung jawab ganda:

  1. Memberitakan kebenaran imannya yang terus-menerus diasah melalui berbagai aktivitas ritual (pembacaan Alkitab, meditasi kristiani, doa, ibadah) untuk menyelami makna batiniah hubungan manusia dengan Allah yang transenden. Aktivitas ritual ini penting agar manusia beriman tidak terperangkap dalam materialisme yang mendangkalkan relasi-relasi eksistensial dengan Allah dan seluruh ciptaan.
  2. Secara proaktif bekerja bagi kesejahteraan seluruh umat manusia dalam berbagai bidang kehidupan, seperti penguatan ekonomi kerakyatan, penguatan hubungan sosial, pendidikan politik, pengembangan budaya, memperluas kesempatan pendidikan, advokasi pembangunan, kesejahteraan sosial, kesehatan masyarakat, pemberdayaan kaum miskin, keadilan sosial, dan hak-hak asasi manusia.

Kedua dimensi tanggung jawab gereja ini bersifat integratif-dialektis. Oleh karena itu, gereja tidak hanya membatasi dirinya pada aspek-aspek spiritualitas ritualistik saja tetapi memperluas karyanya secara sadar dan terencana bagi pengembangan kehidupan manusia yang utuh dan berkualitas tinggi sebagai perwujudan citra Allah yang mulia. Sebaliknya, gereja tidak membiarkan dirinya berfungsi sebagai institusi sosial-politik-ekonomi belaka yang hanya berorientasi pada karya kemanusiaan tanpa suatu landasan etika dan teologis. Pemahaman inilah yang menjadi kekuatan gereja untuk berfungsi secara dialektis (kritis terhadap diri sendiri berdasarkan landasan teologis panggilannya). Dialektika fungsi gerejawi memperkuat posisi tawar gereja agar tetap setia pada identitasnya sebagai citra Allah (imago Dei) berhadapan dengan entitas-entitas lain (misalnya: negara) di sekitar kehidupannya.

 

Bersama-sama dengan Semua Umat Manusia dan Ciptaan Allah

 

Kata “bersama-sama” secara sengaja dan sadar digunakan dalam perumusan visi GPM sebagai komitmen bahwa tanggung jawab membangun kehidupan di dunia ini tidak dapat dilakukan sendirian atau secara individual. Gereja berkomitmen untuk terbuka bekerja sama secara proaktif dengan semua pihak yang juga berkehendak baik membangun kehidupan yang lebih baik dan berkualitas tinggi di dunia. Untuk maksud itu pula gereja mengupayakan suatu jejaring kerja sama (networking) yang terencana berlandaskan visi teologis dan misi kemanusiaan pada aras lintas-denominasi, lintas-organisasi, lintas-budaya, lintas-agama, lintas-ideologi, lintas-etnis, lintas-negara. Dalam semangat itu, pluralitas dan perbedaan dihayati sebagai anugerah Allah yang mesti dikelola secara bijak, kritis, positif, dan kreatif.

Keterbukaan gereja itu dilandaskan pada dimensi kemanusiaan sebagai citra Allah yang majemuk. Gereja menolak segala bentuk ideologi, teologi, dan praktik yang diskriminatif antar-jenis kelamin, antaretnis, antaragama, dan antarbangsa; serta menentang segala jenis kekerasan oleh orang atau kelompok lain yang merasa diri “mayoritas” atau “kuat” terhadap orang atau kelompok lain yang dicap “minoritas” atau “lemah” hanya berdasarkan perbedaan identitas yang dimiliki (warna kulit, bentuk fisik, bahasa dan tradisi budaya, pilihan beragama atau berkeyakinan).

Melalui keterbukaan dan kesetaraan relasional antarmanusia, gereja menyadari bahwa hubungan-hubungan eksistensial dengan lingkungan hidup akan terpelihara dan tidak dikorbankan hanya demi kepentingan ekonomi modal (kapitalisme) segelintir manusia. Gereja secara sadar bertindak proaktif melestarikan alam dan mengatasi kerusakan lingkungan hidup (penggundulan hutan, pemanasan global, kelangkaan sumber daya hayati, pencemaran tanah, air, dan udara) yang berdampak pada instabilitas hubungan antarkelompok manusia.

 

Mewujudkan kehidupan yang berkeadilan, damai, setara, dan sejahtera sebagai tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia

 

“Kehidupan yang berkeadilan, damai, setara, dan sejahtera” merupakan kualitas-kualitas beriman dan bergereja yang hendak dicapai (end-in-mind) oleh gereja dalam perjalanan dan penatalayanannya. Berbagai kualitas tersebut adalah cerminan dari kualitas hidup menggereja secara internal sekaligus kualitas hidup sosial bersama dengan semua pihak yang berkehendak baik membangun kehidupan di dunia.

“Keadilan” menunjuk pada keseimbangan relasional yang didasarkan atas penghargaan terhadap setiap hak hidup seluruh ciptaan. “Damai” mengacu pada inisiasi untuk mengelola pluralitas dan perbedaan yang menjadi hakikat manusia sebagai sumber daya membangun kehidupan bersama yang kreatif dan konstruktif.

“Setara” merefleksikan kapasitas manusia untuk mengembangkan kehidupannya berdasarkan prinsip-prinsip egalitarianisme. Manusia pada hakikatnya berdiri setara di hadapan Allah Sang Pencipta.

“Sejahtera” merupakan akibat dari pengelolaan berbagai sumber daya hayati dan sumber daya sosial yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dasar, pekerjaan dan upah yang layak).

“Kerajaan Allah” adalah refleksi iman gereja bahwa tugas dan panggilannya di dunia terarah pada suatu visi teologis yang melintasi perjalanan sejarah (kesadaran historis), realistis terhadap konteks masa kini (kontekstual), dan menjangkau kondisi-kondisi yang diharapkan di masa depan (visioner-antisipatif). Allah memanggil gereja untuk mewujudkannya di dunia. Dunia mengacu pada konteks lokal, nasional, dan global. Konteks lokal kepulauan jemaat-jemaat GPM menjadi dasar dan orientasi utama penatalayanan kelembagaan dan spiritualitas umat Kristen di Maluku di sini dan kini (hic et nunc).

 

  1. MISI

 

Mengembangkan kapasitas gereja secara integral untuk memenuhi amanat panggilan sebagai gereja Kristus yang hidup di Kepulauan Maluku dalam konteks pelayanan di Indonesia dan dunia.

 

Misi ini dapat dijabarkan secara operasional, melalui:

 

Misi Pertama, Mengembangkan kapasitas gereja secara integral

Sesuai amanat PIP/RIPP GPM 2005-2015, kapasitas gereja yang dimaksud meliputi:

  • Kapasitas Umat, dengan variabel pengembangan meliputi: umat memiliki ketangguhan dan kematangan secara teologis, intelektual, moral-etis, sosial, kultural, ekonomis, politis, sehingga mampu berperan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam setiap lingkup tugasnya: berjemaat, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Kapasitas Pelayan (Pendeta, Penginjil, Pengajar, Penatua, Diaken), dengan variabel pengembangan meliputi: memiliki kesadaran akan tugas, panggilan dan pengutusannya, memiliki wawasan yang luas (pengetahuan), komitmen, dan perhatian terhadap tugas gereja, memiliki kematangan kepemimpinan, kecerdasan intelektual dan emosional, ketahanan etik dan spiritual, kematangan politik, kematangan kultural dan ekonomis, kesadaran pluralis, kesadaran oikumenis
  • Kapasitas Lembaga, dengan variabel pengembangan meliputi: pelayanan gereja diselenggarakan secara sistematis, terencana, terukur, melalui pola pengorganisasian yang jelas dan transparan, profesional, mencakup kelembagaan dan organisasi gereja.

 

Ketiga kapasitas ini harus dibentuk secara integral melalui rangkaian kegiatan pembinaan (aparatur dan umat) serta penataan organisasi (manajemen pelayanan). Dengan demikian, secara operasional, setiap program pembinaan dan pengembangan di setiap aras gereja mesti memiliki kesamaan gerak dan tindakan agar ketiga aspek itu dapat dicapai secara bersama-sama.

 

Misi Kedua, Memenuhi Amanat Panggilan sebagai Gereja Kristus yang hidup di Kepulauan Maluku

Bertitik tolak dari Bab IV Pasal 7 ayat [2] Tata Gereja GPM, mengenai “Amanat Panggilan Gereja (GPM)”, yakni:

  1. Pekabaran Injil di dalam dan ke luar Gereja
  2. Ibadah Jemaat, Pemberitaan Firman Allah, dan Pelayanan Sakramen Kudus (Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus)
  3. Pendidikan, Pelayanan Kasih, Keadilan dan Perdamaian (diakonia)
  4. Pembinaan kemandirian di bidang Teologi, Daya dan Dana
  5. Pelayanan penggembalaan (pastoralia) dan disiplin gerejawi
  6. Katekhisasi
  7. Pendidikan Agama Kristen di sekolah Taman Kanak-kanak sampai ke Perguruan Tinggi
  8. Pembinaan umat di dalam keluarga-keluarga Jemaat di antara kelompok kategorial, fungsional, profesional dan sektoral
  9. Pelestarian lingkungan hidup
  10. Hubungan dan kerjasama oikumenis
  11. Hubungan dan kerjasama dengan Pemerintah
  12. Hubungan dan kerjasama dengan golongan-golongan lain yang berbasis keagamaan, sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain
  13. Bentuk-bentuk pelayanan lainnya yang sesuai dengan Amanat Pelayanan Gereja;

Maka pelayanan GPM harus dapat mengembangkan Amanat Pelayanan dimaksud secara terukur. Seluruh amanat pelayanan itu perlu dijalankan dalam kesadaran bersama mengenai keberadaan GPM di Kepulauan Maluku (mencakup Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara), dengan memperhatikan karakteristik kepulauan dan kebudayaan masing-masing sub-etnik, serta dinamika sosial-budaya, politik, pemerintahan, dalam konteks otonomi daerah, pergumulan agama-agama (relasi antarumat beragama), denominasi, dll.

 

Misi ini dijalankan melalui aktifitas pembinaan umat, pemberitaan firman, pelayanan kasih (diakonia), tugas bersaksi, dan pemberdayaan jemaat (oikonomia).

 

Misi Ketiga, Pelayanan di Indonesia dan dunia

Misi ini merupakan bagian dari kehadiran GPM dalam persekutuan gereja-gereja di Indonesia, Asia, dan Dunia yang sarat akan berbagai isu, dan perlu diresponi sebagai gereja (kesadaran sosial dan berteologi). Kematangan GPM sebagai gereja teruji pada saat GPM mampu membangun sikap teologi [berteologi] di tengah seluruh pusaran persoalan sosial yang kompleks di Indonesia dan dunia.

Misi ini hendak mengembangkan persaudaraan semesta sebagai gereja, melalui berbagai rangkaian kerjasama oikumenis dan kerjasama lain yang berdampak pada pengembangan mutu layanan dan sumberdaya gereja (GPM).

 

INDIKATOR KETERCAPAIAN

 

Sebagai Tahap Pengembangan dan Kemandirian, seluruh desain program pelayanan GPM, sebagai implementasi PIP/RIPP dijalankan agar menjurus pada beberapa indikator ketercapaian/terukur, yakni: (1) Ketercapaian Profil Bergereja, (2) Ketercapaian Implementasi Tahap II.

  1. Indikator Ketercapaian Profil Umat
  • Terbangunnya kesadaran dan partisipasi beribadah di kalangan umat (anak, remaja, pemuda, perempuan, laki-laki, lansia, jemaat profesi)
  • Bertumbuhnya ketahanan umat di bidang teologi (menjawab diskursus teologi dalam dinamika perkembangan pentakostalisme, denominasionalisme serta agama-agama)
  • Terbentuknya kematangan ekonomi rumah tangga jemaat (optimalisasi kerja dan pengelolaan potensi)
  • Terbinanya kesadaran hukum dan HAM dalam rumah tangga
  • Relasi antarwarga/antarjemaat terbina melalui pengelolaan kearifan lokal
  • Hak anak akan pendidikan terjamin (melalui keluarga dan lembaga pendidikan)

 

  1. Indikator Ketercapaian Profil Pelayan
  • Terbangunnya kesadaran panggilan dan pengutusan (sense of calling and sense of belonging) pada setiap aras gerejawi, baik Pendeta, Penatua, Diaken, Pengajar/Katekheit, Pegawai Administrasi, Badan Pembantu Pelayanan di setiap aras gerejawi (Sinode, Klasis, Jemaat)
  • Mampu berefleksi sosial, teologi dalam tugas dan di masing-masing jemaat
  • Kemampuan bersosialisasi dalam masyarakat majemuk (kesadaran pluralis dan kebudayaan)
  • Berlangsungnya kegiatan pengembangan kapasitas secara reguler dan kontinyu
  • Tertatanya sistem penjenjangan kepangkatan dan kepegawaian

 

  1. Indikator Ketercapaian Profil Kelembagaan
  • Terpolanya manajemen pelayanan di setiap aras organisasi gereja (Sinode, Klasis, Jemaat)
  • Terpolanya sistem rekruitmen, rotasi, mutasi dan pengangkatan Pejabat Struktural berbasis kebutuhan, kapasitas dan kinerja
  • Pengendalian manajemen dan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel (optimalisasi fungsi Sekdep Finek, Bendahara Gereja, Tim Verifikasi, Visitasi Sinode dan Klasis)
  • Terkelolanya sistem database gereja (computer based)
  • Sinkronisasi tugas antardepartemen (di aras Sinode) dan badan pembantu pelayanan (di aras Klasis dan Jemaat)
  • Terbentuknya Tim Pengembangan Ekonomi (Klasis dan Jemaat) dalam rangka optimalisasi pengelolaan potensi ekonomi
  • Terbentuknya jaringan kerjasama dan penguatan jaringan sosial
  • Terbentuknya jaringan kerjasama dan penguatan jaringan oikumenis (di dalam dan luar negeri)

 

Indikator keteracapaian secara filosofi dijabarkan dari target prioritas pencapaian yaitu terbentuknya Profil/Kapasitas Gereja yang meliputi Kapasitas Umat, Kapasitas Pelayan dan Kapasitas Kelembagaan. Dalam segi implementasi untuk mencapai hal ideal itu, seluruh struktur organisasi gereja/pelayanan harus berjalan bersama-sama (sinkronisasi).